Rabu, 11 Desember 2013

KEISTIMEWAAN BAHASA JAWA

KEISTIMEWAAN BAHASA JAWA

Indonesia lebih dikenal negara yang kaya akan budaya dan bahasa. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dari banyaknya daerah di tiap wilayah idonesia. Penggunaan bahasa Indonesia sudah dikenal dan digunakan sampai pelosok wilayah di Indonesia. Yang menjadi permasalahan bahasa di Indonesia mempunyai tiga jenis bahasa antara lain: Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, dan Bahasa Asing.
Bahasa daerah dalam wilayah pulau Jawa dan seisinya menggunakan bahasa yang biasa disebut bahasa Jawa. Mayoritas masyarakat yang bertempat tinggal dan hidup di pulau jawa mampu berkomunikasi bahasa jawa. Penggunaan bahasa jawa mempunyai banyak keunikan yang dimilikinya mulai dari tanpa adanya kamus ribuan kosakata, dan struktur bahasa yang bersyarat sebagai kesepakatan sampai tata tutur setiap status sosial.
Bahasa daerah sulit untuk diungkap, apalagi untuk mempelajarinya. Hal itu dikarenakan kurang adanya kamus sebagai pedoman untuk belajar berbahasa daerah jawa. Padahal kosataka bahasa jawa lebih banyak daripada bahasa pada umumnya lainya. contoh saja bahasa inggris; satu obyek pemberian nama pisang “banana” akan berubah pada penyambungan pohon pisang dengan nama “banana tree”. Yang bertambah adalah bentuk kata pohon “tree”, dan juga penambahan kata lainya. Berbeda dengan bahasa jwa, pemberian nama dari objek pisang disebut “gedhang” akan mengalami perbedaan nama lagi pada pohon pisang yang disebut “debog” dalam bahasa jawa. Selain itu pergantian nama terjadi pada obyek daun pisang yang membedakan pisang muda dinamakan “pupus” dan daun pisang tua diberi nama “ujungan”. Hal ini bukti bahwa lebih banyak kosa kata bahasa jawa dari pada bahasa inggris.
Sulitnya belajar berbahasa jawa juga terdapat adanya variasi tingkatan sosial yang harus berubah pada setiap lawan bicaranya dengan bentuk “ngoko” dan “krama” untuk menentukan status sosial di saat komunikasi. Tingkatan bahasa jawa seperti ini disebut undak usuk. Perlakuan seperti ini menyebabkan penutur dari masyarakat jawa untuk lebih mengetahui kedudukan tingkat sosialnya terhaddap lawan bicaranya.Setiap komunikasi harus dibedakan secara kelas sosial yang ada. Seperti seorang anak yang harus menggunakan ragam bahasa krama pada orang yang lebih tua. Hal ini sebagai peran kesopanan bagi bahasa jawa. Sehingga tidak banyak yang mampu belajar berbahasa jawa secara cepat. Hal itu terjadi karena proses sosial bermasyarakat komunikatif.
Banyak masyarakat daerah jawa yang belum sadar akan keistimewaan pada bahasa jawa ini. bahasa jawa ini merupakan adanya perkembangan masa sistem kerajaan yang pernah terjadi. Pada saat sistem kerajaan terdapat status sosial antara lain mulai dari, raja, pembantu kerajaan, pedagang sampai rakyat jelata dan pengemis. Sehingga, peradaban bahasa Jawa sekarang mempunyai tingkatan penutur (speech level) diantaranya krama dan ngoko yang dibagi lagi menjadi krama inggil, krama madya, krama biasa. Sedangkan ngoko juga dibagi lagi menjadi ngoko biasa, ngoko alus, dan ngoko sae.
Bahasa Jawa mempunyai huruf alphabet sendiri. Bentuk alphabet bahasa jawa menupakan  pengembanagan dari huruf Pallava dengan huruf Pegon yang diubah sesuai dengan bahasa Arab. Sehingga terbentuklah huruf jawa yang lebih dikenal dengan Aksara Jawa.
Keistimewaan dari Aksara Jawa ini mempunyai arti setiap baris alphabet. Dari Ha Na Ca Ra Ka, mempunyai arti yang bermakna “terdapat pengawal”. Da Ta Sa Wa La, yang berarti “Berbeda Pendapat”. Pa Dha Ja Ya Nya, yang bermakna “sama kuat hebatnya”. Ma Ga Ba Tha Nga, mempunyai makna “keduanya mati”.
Menurut tafsir Raja Kasunanan dari Surakarta bernama, Sultan Hamengkubuwono IX mengimplementasikan aksara jawa mempunyai arti :
Ha-Na-Ca-Ra-Ka bererti ada ” utusan ” iaitu utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasad manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan ).
Da-Ta-Sa-Wa-La bererti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya bererti menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksudnya padha ” sama ” atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekadar menang ” atau menang tidak sportif.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
            Secara mitos masyarakat jawa aksara jawa juga mampu menyundang dan mengusir roh jahat dan sebagai pengobatan seperti mengobati kesurupan. Pengobatan itu terkadang dengan cara yang sangat mudah. Ada yang cukup mengucap aksara Jawa dengan cara membalik dari akhir ke depan. Hal itu menunjukan sangat istimewanya bahasa Jawa bukan hanya penyambung interaksi antar manusia.
Penggunaan bahasa Jawa atau bahasa Daerah dan Bahasa Indonesia menjadi kurang diminati dan dirasa kurang bergengsi untuk menggunakanya. Mulai penggunaan bahasa dari komunikasi keseharian, rapat, dan pidato terbuka terkadang diselingi bahasa asing yang berdampak menjadikan pudarnya kesan bahasa daerah maupun bahasa nasional dalam penggunaanya. Ditambah lagi hiburan nyanyian yang mampu menghipnotis masyarakat untuk ikut berbahasa asing yang juga berdampak bergesernya penggunaan bahasa.
Kondisi yang ada saat ini lebih populernya bahasa asing dari pada penggunaan bahasa daerahnya. Untuk mempertahankan bahasa daerah seperti bahasa jawa yang tergeser  dengan masuknya bahasa asing yang masuk. Diperlukan peran pemerintah pendidikan untuk memberikan standard pendidikan bahasa jawa untuk lebih berperan penting daripada bahasa asing lainy, dan juga menyadarkan kembali paradigma masyarakat untuk sadar akan pendidikan bahasa jawa dalam bahasa keseharianya. Dimungkinkan akan dengan adanya pendidikan berbahasa daerah maupun bahasa Indonesia akan lebih peduli dan tidak akan malu untuk menggunakanya baik dalam komunikasi keseharian, rapat pertemuan, dan pidato terbuka.

Minggu, 29 September 2013

ADAT ISTIADAT MASYARAKAT JAWA TENGAH

Adat Istiadat Masyarakat Jawa Tengah
Ada beberapa adat istiadat yang biasa dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah.  Mupu adalah salah satu di antaranya. Mupu berarti memungut anak. Tujuannya agar kelak juga dapat menyebabkan hamilnya ibu yang memungut anak. Pada saat si ibu hamil, jika mukanya tidak kelihatan bersih dan secantik biasanya, disimpulkan bahwa anaknya adalah laki-laki. Jika sebaliknya, maka anaknya perempuan.

Pada saat usia kehamilan 7 bulan, diadakan acara nujuh bulanan atau mitoni. Pada acara ini disiapkan sebuah kelapa gading dengan gambar wayang Dewa Kamajaya (jika laki-laki akan tampan seperti Dewa Kamajaya) dan Dewi Kamaratih (jika perempuan akan cantik seperti Dewi Kamaratih), gudangan (sayuran) yang dibumbui, lauk lainnya, serta rujak buah.

Ketika bayinya lahir, diadakan slametan, yang dinamakan brokohan. Pada brokohan ini biasanya disediakan nasi tumpeng lengkap dengan sayur dan lauknya. Ketika bayi berusia 35 hari, diadakan acara slametan selapanan. Pada acara ini rambut sang bayi dipotong habis. Tujuannya agar rambut sang bayi tumbuh lebat.

Adat selanjutnya adalah tedak-siten. Adat ini dilakukan pada saat sang bayi berusia 245 hari. Ini adalah adat di mana sang bayi untuk pertama kalinya menginjakkan kaki ke atas tanah.
Setelah si anak berusia menjelang 8 tahun, namun masih belum mempunyai adik, maka dilakukan acara ruwatan. Ini dilakukan untuk menghindarkan bahaya. Ketika menjelang remaja, tiba waktunya sang anak ditetaki atau dikhitan.
Orang Jawa kuno sejak dulu terbiasa menghitung dan memperingati usianya dalam satuan windu atau setiap 8 tahun. Peristiwa ini dinamakan windon.

Pencarian Terbaru (100)
Adat istiadat jawa tengah. Adat istiadat jawa. Contoh adat istiadat. Adat jawa tengah. Contoh adat istiadat jawa. Adat istiadat suku jawa. Contoh adat.
Makalah adat istiadat jawa. Adat istiadat suku jawa tengah. Contoh kebudayaan jawa. Adat istiadat di jawa tengah. Makalah adat istiadat jawa tengah. Adat istiadat masyarakat jawa tengah. Makalah kebudayaan jawa.
Kebiasaan orang jawa tengah. Hukum adat jawa tengah. Tradisi masyarakat jawa. Kebudayaan suku jawa. Contoh adat istiadat jawa tengah. Adat istiadat daerah jawa tengah. Kebiasaan orang jawa.
Contoh kebudayaan jawa tengah. Adat kebiasaan melahirkan. Makalah adat istiadat. Artikel upacara adat jawa tengah. Kebiasaan masyarakat jawa tengah. Kebudayaan suku jawa tengah. Contoh budaya jawa.
Gambar adat istiadat. Masyarakat jawa tengah. Adat istiadat orang jawa. Tradisi orang jawa. Kebudayaan masyarakat jawa tengah. Contoh budaya jawa tengah. Contoh adat istiadat suku jawa.
Tradisi masyarakat jawa tengah. Adat istiadat masyarakat jawa. Contoh adat budaya jawa. Adat istiadat jateng. Adat kebiasaan suku jawa. Upacara adat tradisional jawa tengah. Adat istiadat dari jawa tengah.
Makalah budaya jawa tengah. Artikel adat istiadat jawa tengah. Artikel hukum adat di jawa barat. Contoh adat istiadat di jawa. Definisi adat istiadat. Contoh adat jawa tengah. Pengertian adat jawa.
Adat istiadat. Artikel kebudayaan jawa tengah. Sistem adat istiadat suku jawa. Pengertian adat istiadat jawa. Makalah adat jawa tengah. Adat suku jawa tengah. Suku indonesia.
Contoh tradisi masyarakat jawa. Makalah tentang kebudayaan jawa tengah. Tradisi orang jawa tengah. Kebiasaan adat jawa tengah. Kebiasaan masyarakat jawa. Mitoni adat jawa tengah. Kebiasaan adat istiadat ibu hamil.
Kebiasaan adat istiadat pada ibu hamil. Adat istiadat orang jawa tengah. Tradisi suku jawa tengah. Contoh hukum adat di jawa. Makalah adat jawa. Budaya dan adat istiadat jawa barat. Adat istiadat yang ada di jawa tengah.
Adat istiadat yang ada di jawa. Tradisi adat istiadat jawa tengah. Budaya dan adat istiadat jawa tengah. Adat masyarakat jawa tengah. Adat istiadat pulau jawa. Makalah kebudayaan jawa tengah. Makalah adat istiadat suku jawa.
Makalah mitoni adat jawa. Makalah hukum adat jawa tengah. Contoh kebiasaan masyarakat jawa. Contoh kebiasaan adat. Adat istiadat kebudayaan jawa tengah. Tradisi dalam persalinan. Contoh hukum adat jawa.
Adat budaya jawa tengah. Adat istiadat kebudayaan jawa. Adat istiadat jawa tedak siti. Contoh adat istiadat di masyarakat. Contoh kebiasaan dan adat istiadat. Makalah adat istiadat jawa barat. Adat istiadat kehamilan.
Artikel makalah kebudayaan suku jawa. Foto adat istiadat. Adat kebiasaan melahirkan pada masa persalinan. Kebudayaan pada persalinan. Hukum adat jawa barat. Adat istiadat suku aceh. Adat orang jawa.
Kebiasaan suku jawa. Adat istiadat di jawa.

Adat istiadat adalah sebuah kebudayaan yang sudah menjadi tradisi pada setiap masyarakat yang sudah menjadi ketentuan daerah tersebut. Salah satu contoh sebuah adat istiadat yang masih dilakukan pada sebuah daerah, yaitu adat istiadat yang terjadi pada masyarakat suku jawa tengah.

Ada beberapa adat istiadat yang biasa dilakukan oleh masyarakat jawa tengah terutama yang terdapat pada seseorang yang sudah berumah tangga. Seorang ibu yang menginginkan seorang anak, akan tetapi belum juga dikasih maka seorang ibu tersebut mengadakan yang dinamakan mupu, mupu yaitu memungut anak. Tujuannya agar menyebabkan hamilnya seorang ibu yang memungut anak. Pada saat ibu hamil, jika wajahnya terlihat tidak bersih dan tidak tampak cantik seperti biasanya, maka dapat disimpulkan bahwa anaknya adalah laki-laki, akan tetapi, jika ibu wajahnya tampak bersih dan tampak cantik maka dapat disimpulkan bahwa anaknya perempuan.
Ketika seorang ibu hamil memasuki kehamilannya yang 7 bulan, maka akan diadakan acara tujug bulanan atau mitoni. Tujuannya yaitu agar seorang calon bayi dan calon ibu sehat dan lancar dalam persalinan nanti. Pada tujuh bulanan ada beberapa ritual yang dilakukan, salah satunya yaitu calon ibu di mandikan dengan air yang diambil dari tujuh sumber yang berbeda dan juga ditambahkan bunga tujuh macam agar wangi. Ada juga masyarakat yang hanya merayakan tujuh bulanan ini dengan acara selamatan khataman quran. Karena simpel tidak terlalu ribet. Pada tujuh bulanan ini pasa masa sekarang tidak hanya dilakukan pasa suku jawa, akan tetapi ada suku lain juga yang mengikuti adat suku jawa ini.
Pada saat seorang bayi itu lahir, maka akan diadakan selametan, biasanya sering juga disebut dengan brokohan. Pada saat brokohan dilakukan, maka disediakan nasi tumpeng lengkap dengan sayur dan lauk pauknya. Pada saat seorang bayi berusia 35 hari, maka diadakan acara selametan selapanan, pada acara selapanan, rambut seorang bayi akan dipotong habis. Tujuannya agar rambut bayi tersebut akan tumbuh lebat. Dalam acara selapanan
Adat selanjunya yaitu tedak-siten. Adat ini dilakukan ketika seorang bayi beusia 8 atau 9 bulan. Adat seperti ini yaitu dimana seorang bayi untuk pertama kalinya menginjak kakinya ke atas tanah. Dalam pelaksanaan tedak siten ini orang tua harus membantu dengan menuntun sang anak untuk berjalan diatas cobekan yang didalamnya berisi sesaji makanan sejenis dodol yang terbuat dari bahan beras ketan berwarna putih dan merah serta beras kuning. Setelah itu sang anak diturunkan ke atas tanah dengan dibimbing oleh orang tuanya. Kemudian ibu dan sang anak masuk di dalam kurungan anak, didalam kurungan tersebut tersedia berbagai mainan yang bisa dipilih oleh sang anak.
Ketika menjelang remaja, tiba waktunya seorang anak ditetaki atau dikhitan.
Adat istiadat tersebut selalu dilakukan oleh masyarakat suku jawa. Tradisi ini masih selalu dilakukan oleh suku jawa setiap pertumbuhan sang bayi, sejak lahir yang selalu diadakan acara-acara yang sudah menjadi tradisi suku jawa sampai seorang anak tersebut memasuki tetaki atau khitan.
 

Kamis, 26 September 2013

Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik dan Gamelan. Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit.[1] LSM Kampung Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama yang menerima penghargaan seni dari AS tahun 2011.[2] [3] Gamelan Jawa menjadi pelajaran wajib di AS, Singapura dan Selandia Baru.[4] [5] Gamelan Jawa rutin digelar di AS-Eropa atas permintaan warga AS-Eropa.[6] Sastra Jawa Negarakretagama menjadi satu satunya karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Memori Dunia.[7] Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.[8] Budaya Jawa termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu Ngoko, Madya Krama. Ada yang berpendapat budaya Jawa identik feodal dan sinkretik. Pendapat itu kurang tepat karena budaya feodal ada di semua negara termasuk Eropa. Budaya Jawa menghargai semua agama dan pluralitas sehingga dinilai sinkretik oleh budaya tertentu yang hanya mengakui satu agama tertentu dan sektarian.

Nilai Luhur dalam Budaya Jawa
 0
 
 20
image
Didalam masyarakat Indonesia, masih ada sebagian orang yang percaya bahwa gamelan tertentu memiliki kekuatan gaib. Suara yang dikeluarkan dari alat musik gamelan seringkali dianggap mempunyai daya magis yang bisa mempengaruhi aura kehidupan manusia. Gamelan seperti ini biasanya bukan lagi sekedar alat musik tapi sudah dianggap sebagai pusaka, dan hanya dimainkan pada saat yang sangat istimewa. Oleh karena keistimewaan itu, gamelan demikian mendapat penghormatan sama halnya seperti menghormati leluhur. Sebenarnya, penghormatan seperti kepada leluhur itu tidaklah berlebihan jika kita melihat dari rasa (roso) dan energi yang terlibat saat sang empu menempa dan membentuk gamelan itu hingga menghasilkan nada yang begitu indah hingga terkesan magis; atau saat sang pemilik gamelan itu dahulu sering menumpahkan perasaan dan pikiran dengan memainkan gamelannya seperti halnya seorang pianis meresap dalam permainan pianonya.
Sebagai alat musik yang dipandang memiliki daya magis, gamelan pusaka seringkali digunakan untuk mengiringi gendhing-gendhing Jawa yang memiliki makna sangat “khusus”, yang seolah mengandung misteri seperti misalnya gendhing Tunggul Kawung yang konon untuk “menahan/memindahkan” hujan, atau sebaliknya gendhing Mego Mendhung yang untuk mendatangkan hujan lebat. Meskipun semua itu tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, para pemain gamelan (karawitan) bisa membuktikannya dengan “rasa” yang mereka miliki.
Masyarakat Jawa adalah representasi dari harmonisasi dan pencapaian ekstase untuk sadar kosmis. Gamelan tidak sekadar perkara musik tapi menjadi pertaruhan orang Jawa mengolah rasa dan mengabdikan diri untuk sensibiltas kosmis (alam, manusia, dan Tuhan). Hakikat gamelan adalah hakikat kehidupan manusia lahir dan batin. Kesadaran atas gamelan bagi masyarakat Jawa ini mengarah pada kecenderungan mistik atau sakralisasi. Dan gamelan tidak sekadar urusan melodi, harmoni, dan dinamik. Keharmonisan dan keteraturan dalam gamelan merupakan representasi dari perjalanan suci menuju Tuhan. Ketukan gong bisa diartikan simbol pencapaian tingkat (maqam) tertentu setelah orang beralih dari suasana dzikir dan sunyi secara bergantian.
Dengan simbolisasi atas alam kerohanian Jawa maka sakralisasi terjadi dengan kesadaran batin dan laku. Pandangan mistik terhadap gamelan itu diterjemahkan oleh penguasa dan ahli agama dalam pelbagai ritus di keraton. Gamelan menjadi perangkat musik dengan nafas tradisi dan keagamaan. Ritus gamelan menjadi ritus dengan permainan jagad simbol dan anutan kepercayaan terhadap nilai-nilai kejawaan dan religiositas.
Selain itu gamelan merupakan salah satu jenis musik yang terdiri dari berbagai alat musik, diantaranya kendang, rebab, celempung, gambang, gong, dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat mempunyai fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan. Misalnya, gong berperan menutup sebuah irama yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending. Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelan merupakan keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama. Irama yang khas yang dihasilkan merupakan perpaduan jenis suara dari masing-masing unit peralatan gamelan. Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa.
Sekar macapat ADI LUHUNGE KAGUNAN JAWI yang terangkum dalam pupuh dhanngula dan pupuh sinom, yang berisikan tentang piwulang mengenai falsafah gamelan Jawa. Semoga bait-baik macapat dibawah ini bisa untuk menambah wawasan serta merubah cara pandang kita terhadap budaya Jawa yang semakin hari semakin tersisih dengan budaya manca.
Dandanggula
Kang cinakup seni budya Jawi, rupa-rupa kalamun pinetang, basa lan sastra Jawane, sarta macapatipun, krawitan gamelan ugi, tuhu ngandhut falsafah, ingkang nyata agung, tumrap jejering manungsa, dadi tepa palupi ala lan becik, ing kauripanira.
Dene seni gamelan puniki, yasan dalem Sunan Kalijaga, kang kebak tuladhane, becik dadi panuntun, kanggo nggayuh urip utami, ingkang wus manjing dadya, kapribaden luhur, tumanduk mring bangsa kita, mangga sami ngleluri budaya Jawi, mamrih teguh santosa.
Jeneng GAMBANG ingkang mengku werdi, mbanyu mili kentir aneng sendhang, ngregengi tetabuhane, lir angin kang tumiyup, saya ngrangin rinenggeng gendhing, lamun bahan wilahan, asal saking kayu, mrih manggih hayu raharja, wit jatining urip mung ngudi basuki, donya prapteng delahan.
KEMPUL lumrah ingaran alit, mengku tetapsiran pirang-pirang, saka pakem sayektine, gandheng lan tembung kumpul, werdine gya samya nyawiji, manunggal cipta karsa, nut ugeranipun, iku tumraping agama, pranatan kang dadi wewatoning urip, ingudi mrih raharja.
Kalamun GONG kang araneki, wujud gamelan kang paling harda, memper kempul ingkang gedhe, dumadi saking prunggu, tinabuh ing panutup gendhing, tandha mungkasi pada, mangka werdinipun, yen gesang sampun pinungkas, dhawah ing gong wangsul ing kasidan jati, sepuh tanapi mudha.
Terjemahan :
Yang termasuk budaya Jawa, beraneka macam kalau dihitung, bahasa dan sastra Jawanya, serta tembang macapatnya, dan juga krawitan serta gamelan, semua mengandung falsafah, yang sangat luhur, terhadap penampilan manusia, menjadi tauladan baik dan buruk, pada kehidupan kita.
Sedangkan seni gamelan itu, hasil karya Sunan Kalijaga, yang penuh dengan contoh/teladan, baik untuk dijadikan petunjuk, untuk mencapai hidup yang baik, yang telah masuk menjadi, kepribadian yang luhur, sebagai pelindung terhadap bangsa kita, marilah sama-sama melestarikan budaya Jawa, agar  teguh dan sentosa.
Yang disebut GAMBANG itu mengandung maksud, air yang mengalir hanyut di sendang, memeriahkan alunan musik, ibarat angin yang berhembus, bertambah merdu alunan gending/lagu, kalau bahannya dari wilahan (kayu yang belah), berasal dari kayu, agar menemukan selamat dan sejahtera, hidup yang sesunggunya hannya mencari keselamatan, di dunia sampai dengan akhirat.
KEMPUL biasanya disebut kecil, mengandung penafsiran yang bermacam-macam, dari pedoman yang baku sesungguhnya, berhubungan dengan kata kumpul (bersatu), artinya segaralah bersatu, bersatu cipta dan karsanya, menurut peraturannya, itu apabila menurut agama, aturan yang menjadi pedomannya hidup, yang dicari agar selamat dan sejahtera.
Kalau yang namanya GONG, berupa gamelan yang paling besar, mirip dengan kempul yang besar, yang berasal dari bahan perunggu, ditabuh pada pada saat penutupan gending/lagu, sabagai tanda mengahiri pada (syair), padahal maksudnya, jika hidup itu telah diakhiri, jatuh pada gong kembali pada kesempurnaan sejati, tua atuapun muda.
Sinom
DEMUNG sinebut balungan, saya greget mahanani, pindha jumbuhing tatabuhan, kang dadi peran utami, mligining wayang kulit, ateges andhamane mung, siji ra neka-neka, mantep manembah ing Gusti, kanthi manut miturut  reh parentah-Nya.
Bebasan bojone dhalang, nenggih GENDER araneki, baku ing babagan bawa, aneng pagelaran ringgit, mligine aninthingi, bawa wiraswaranipun, nambah ngrangin swasana, mengku falsafah kang inggil, aywa gampang tumandang nir sambekala.
Mangka jangkeping tabuhan, yeku SITER den wastani, saya gayeng nggo jineman, banget ngresepake ati, mungal swara thing-thing-thing, sinartan gender binarung, ingkang ngemu surasa, sing pinter weh sukeng galih, amemangun karyenak tyasing sasama.
Nora kleru byola Jawa, ya REBAB araneki, munggah kanthi sinenggrengan, nganyut rumesep ing galih, anggambar raos sedhih, mligining swasana tlutur, den samya ngrembag ing bab, sagung karya den rampungi, mrih sembada sadaya ingkang sinedya.
Minangka purnaning sekar, mangga sami anyawiji, angleluri kabudayan, budaya kang edi peni, wus dadi jati dhiri, langkung becik den sengkuyung, tan lirwa nembah muja, konjuk mring Hyang Maha Suci, kabudayan dimen lestari ngrembaka.
Terjemahan:
DEMUNG disebut juga balungan, semakin bertambah semangat, ibarat telah sesuai dengan iramanya, yang menjadi peran utama, khususnya dalam wayang kulit, berarti hanya sebagai tokoh, hanya satu dan tidak bermacam-macam, mantab manembah pada tuhan, dengan patuh sesuai dengan perintah-Nya.
Ibarat itrinya dalang, yaitu GENDER namanya, sudah baku tentang bawa (pembukaan gending), pada pertunjukan wayang kulit, khususnya membunyikan (mengetuk), bawa wiraswaranya (penyanyi laki-laki), menambah merdu suasananya, mengandung falsafah yang sangat tinggi, janganlah mudah bertindak agar terhindar dari cobaan.
Padahal sempurnanya tetabuhan (irama), yaitu disebut SITER, bertambah nikmat dibuat jineman (irama lagu), sangat menarih hati, bunyi suara thing-thing-thing, seiring dengan suara gender, yang mengandung maksud, yang pandai memberi kedamaian, berbuat untuk menyenangkan hati sesama.
Tidak salah biola Jawa, yaitu REBAB namanya, meningkat dengan suara yang mengalun, hanyut meresap didalam hati, menggambarkan perasaan yang sedih, khususnya swasana tlutur (irama sedih), semua membahas pada bab (permasalahan), semua pekerjaan di selesaikan, agar semua yang diinginkan dapat terkabul.
Dan sebagai penutupnya lagu, marilah kita semua bersatu, melestarikan kebudayaan, budaya yang sangat indah, yang telah menjadi jati diri, lebih baik kita mendukung, tidak lupa kita untuk berdoa, kepada tuhan yang maha suci, agar kebudayaan kita lestari dan berkembang.